Aku baru aja selesai nonton beberapa episode drama korea yang judulnya Yumi's Cells. Singkatnya, drama tersebut bercerita tentang kehidupan sehari-hari Yumi dan sel-sel tubuh yang slelau mendukungnya. Karakter Yumi mungkin karakter yang banyak ditemukan di kehidupan nyata. Wanita karir independen, yang masih digerakkan oleh 'cinta' sebagai sumber utama di dalam kehidupannya. Seolah-olah 'cinta' menjadi poros kehidupan Yumi berputar. Sel-sel Yumi sangat mencintai Yumi. Mereka menyadarkan Yumi bahwa dia adalah pemeran utama di hidupnya, meskipun Yumi berpikir mantan kekasihnya adalah pemeran utama pria di hidupnya. Sel menyadarkannya dengan berkata "Tidak ada pemeran pasti dalam peran tersebut, Yumi". Menurutku, apa yang Yumi rasakan sangatlah relatable dengan banyak orang, termasuk aku. Ya meskipun, aku tidak memiliki sosok pria yang kuanggap sebagai pemeran utama, tapi aku masih merasa 'cinta' adalah poros kehidupanku sekarang. Seolah tidak lengkap jika tidak ada 'cinta'.
Karakter Yumi adalah karakter yang diimpikan banyak wanita. Dia tidak cantik bak super model, tapi dia adalah definisi good looking menurutku. Belum lagi, dia sudah hidup mandiri dan stabil di usianya yang terbilang pas, secara umum. Seolah tidak menginginkan lebih, aku juga ingin menjadi seperti Yumi. Yumi, memang tidak sempurna, tapi ketidaksempurnaan seperti Yumi yang aku idamkan.
Setiap hari adalah hal yang tidak terduga. Ada saja sesuatu yang baru terjadi. Tapi mengapa manusia seolah merasa kehidupan tiap hari adalah rutinitas. Akhirnya aku mengartikan ketidak terdugaan tersebut menjadi konstan dan menjadi rutinitas yang menyebalkan, menyebabkan kelelahan, menghadirkan ketidakbahagiaan. Bukankah ketidak terdugaan harusnya menyenangkan? Bagaimana jika hal-hal yang tidak terduga hanya menambahkan beban dan stress? tentu saja pada akhirnya itu akan kembali menjadi hal biasa yang membosankan dan tidak menyenangkan.
Kadang aku merasa terlalu dini untuk menyimpulkan kehidupan dalam kalimat-kalimat bijak. Tapi itu apa yang kurasakan. Aku selalu berusaha untuk menumbuhkan optimisme tiap harinya,ya walaupun hasilnya tetap mengecewakan. Aku mengurangi ekspektasi, dan berusaha mengulang nasihat 'Hidup hanya menunggu mati', tapi tetap mencari jawaban bagaimana aku harus menjalani hidup, karena prosesnya adalah pilihan kita.
Damai yang belum kutemukan, bukan yang kurindakan, karena bertemu pun belum pernah. Tapi benar kata orang, damai tidak akan datang kecuali kamu beristirahat dengan tenang. Selamanya. Karena hidup, tidak ada istirahatnya.
Aku berhasil menyingkirkan insecurity dalam beberapa kejadian. Tapi, aku masih saja merasa terbawah dalam setiap kesempatan. apakah ini tanda aku mengenali diriku sendiri, atau tanda bahwa aku hanya merasa rendah diri?
Komentar